Kontemplasi
Pemikiran Ilmuan Islam
Oleh
: Khoirul Anwar
Nabi
Saw bersabda, “berpikir 1 jam itu lebih baik daripada ibadah sunnah selama 60
tahun.” (dalam riwayat lain disebutkan 70 tahun)
Sayidina
Ali Karamallohu Wajhahu, mengatakan : “ tidak ada ibadah (lebih bernilai)
seperti tafakur”.
Ulam’
Ahli Ma’rifat mengatakan : “ Pikiran itu merupakan pelitanya hati, apabila
sudah hilang gelaplah hatinya”.
Bagaimana pandangan dunia islam
tentang filsafat? Perlukah adanya filsafat dalam dunia islam? Bukankah filsafat
membuat iman seseorang goyah? Dunia
islam melupakan sejarah, para ilmuan islam dulu mengembangkan ilmunya melalui ilmu
filsafat. Lalu lahirlah ilmu-ilmu yang lain.
Kekurangan dunia islam saat ini
hanya mengutamakan ke ilmuan fikih yurisprudensi, dan tasawuf sehingga keilmuannya
setatis tidak dinamis, maka dunia islam terjebak dalam kejumudan berfikir, dan
memgalami degradasi, dekadensi keilmuan. Menurut ibnu rusyd dengan adanya
filsafat daya fikir kerits akan keilmuan ummat islam bisa berkembang.
Islam terkenal dengan keilmuannya, kekritisannya
dalam menyikapi berbagai hal, dan salah satu ilmu yang membuat kita berfikir
kritis adalah ilmu filsafat. Atau dalam dunia islam di kenal dengan nama
familiar falsafah.
Al-Imam al-Ghazali ( Abu Hamid Muhammad bin Muhammad
al-Ghazali, wafat 505H/1111M) di kota Ghazal, Persia. Kiatan yang ditulis oleh
Imam Al-Gazali (Tahafut Al – Falasifah )
ini menyanggah beberapa pemikiran yang dikemukakan para filsuf diantaranya
seputar masalah Ketuhanan, alam semesta, jagat raya, metafisika, keimanan, dan
kemampuan nalar akal manusia.
"Setelah
melihat nadi kebodohan berdenyut dalam diri orang-orang bodoh itu. saya merasa
penting untuk menulis buku ini sebagai sanggahan atas para filosof terdahulu
serta eksplorasi atas kerancuan dalam keyakinan berikut inkonsistensi berbagai
teori mereka dalam persoalan yang terkait dengan metafisika. Tahafut Al – Falasifah ini juga akan
menyingkap relung-relung terdalam dari elemen pemikiran mereka yang dapat mewujudkan
suka cita kaum intelektual dan memberikan pelajaran pada para cendikiawan. yang
saya maksud disini adalah persoalan-persoalan akidah dan pendapat-pendapat yang
menjadi medan perdebatan dengan kelompok mayoritas umat islam". (Imam
al-Ghazzalli)
Melalui karya monumentalnya ini, Abu
Hamid al-Gazali telah menelanjangi kerancauan dari pemikiran para filsuf. Demi
memuluskan ambisi-nya itu, al-Gazali masuk ke dalam gelanggang filsafat dan
langsung menyerang, alih-alih mempertahankan keyakinan sendiri. Diakui atau
tidak, cengkeraman kutukan al-Gazali terhadap filsafat lewat karyanya ini
begitu menggurita. Meski demikian, justru yang kemudian dibantah oleh Ibnu
Rusyd melalui Tahafut at-Tahafut ini
telah menjadi diskursus filsafat di dunia Islam menjadi semakin sehat dan penuh
gairah, hingga saat ini.
Ibnu Rusyd (Abu al-Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusd,wafat 595H / 1198 M), lahir dan dibesarkan di cordova. Ia adalah filsuf kenamaan yang tidak hanya dikenal di kalangan Islam, melainkan juga di kalangan pemikir-pemikir barat. Selain menulis filsafat, Ibnu Rusyd juga menulis tentang pengobatan, fauna, kosmologi, teologi, logika dan lain-lain. Di antara berbagai karyanya itu, yang paling masyhur adalah Tahafut At-Tahafut. Kitab ini lahir sebagai sanggahan terhadap Al Ghazali yang berjudul Tahafuf Al-Falasifah (kerancuan para filsuf). Kitab Tahafut At_Tahafut ini dikemas dalam bentuk polemik. Pertama-tama ditampilkan kritik dan argumentasi Al-Ghazali terhadap pemikiran filsafat, kemudian diikuti dengan kritik dan argumentasi Ibnu Rusyd terhadap pemikiran Al-Ghazali. Kritik atas kritik yang yang dibangun Ibnu Rusyd merupakan wahana untuk membentuk sikap kritis di kalangan umat Islam.
Pada abad ke-14, yakni sekitar masa satu generasi sesudah padamnya gelombang kedua Hellenisme, Ibnu Taimiyah (Taqi al-Din Ahmad Ibnu Taimiyah, wafat 728 H/1328 M), seorang pemikir pembaharu dari Damaskus, telah secara sangat dini menyadari kesalahan prinsipil keseluruhan bangunan filsafat dan Kalam, dan dengan sangat kompeten membongkar kepalsuan logika Aristoteles (ilmu mantiq) yang banyak menguasai jalan pikiran para sarjana islam, termasuk misalnya, al-Ghazali yang menolak filsafat itu. Ibnu Taimiyah sering digambarkan sebagai seorang pemikir fanatik dan reakioner. Dalam usahanya membongkar otoritas Falsafah Ibnu Taimiyah telah menulis berbagai karya khusus. Salah satunya ialah Al-Raad ‘ala al-Manthiqiyyin (“Bantahan Kepada Para Ahli Logika”), yang dihargai sangat tinggi oleh para sarjana modern, yang membuatnya dapat di anggap sebagai peletak dasar pertama bagi logika John Stuart Mill dan pendahulu filsafat David Hume. Sebuah karya lainnya di tulis Ibnu Taimiyah sebagai kritik yang ditunjukkan kepada filsafat ibnu rusyd dalam bukunya, al’Kasf ‘an Manahij al-Adillah (“Penyikapan Berbagai Metode Pembuktian”).
Melihat sekilas dari sejarah
khazanah keilmuan pemikir islam di atas kita dapat mengambil hikmah kita harus
semangat dalam bertholabul ilmi, dan ini merupakan sebuah PR besar bagi pemeluk
agama islam terlebih lagi generasi muda islam agar lebih semangat dan memacu
ghiroh akan keilmuan.