Selasa, 31 Januari 2023

Kontemplasi Pemikiran Ilmuan Islam

 

Kontemplasi Pemikiran Ilmuan Islam

Oleh : Khoirul Anwar

 


Nabi Saw bersabda, “berpikir 1 jam itu lebih baik daripada ibadah sunnah selama 60 tahun.” (dalam riwayat lain disebutkan 70 tahun)

Sayidina Ali Karamallohu Wajhahu, mengatakan : “ tidak ada ibadah (lebih bernilai) seperti tafakur”.

Ulam’ Ahli Ma’rifat mengatakan : “ Pikiran itu merupakan pelitanya hati, apabila sudah hilang gelaplah hatinya”.

 

            Bagaimana pandangan dunia islam tentang filsafat? Perlukah adanya filsafat dalam dunia islam? Bukankah filsafat membuat iman seseorang goyah?  Dunia islam melupakan sejarah, para ilmuan islam dulu mengembangkan ilmunya melalui ilmu filsafat. Lalu lahirlah ilmu-ilmu yang lain.

            Kekurangan dunia islam saat ini hanya mengutamakan ke ilmuan fikih yurisprudensi, dan tasawuf sehingga keilmuannya setatis tidak dinamis, maka dunia islam terjebak dalam kejumudan berfikir, dan memgalami degradasi, dekadensi keilmuan. Menurut ibnu rusyd dengan adanya filsafat daya fikir kerits akan keilmuan ummat islam bisa berkembang.

            Islam terkenal dengan keilmuannya, kekritisannya dalam menyikapi berbagai hal, dan salah satu ilmu yang membuat kita berfikir kritis adalah ilmu filsafat. Atau dalam dunia islam di kenal dengan nama familiar falsafah.

Al-Imam al-Ghazali ( Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, wafat 505H/1111M) di kota Ghazal, Persia. Kiatan yang ditulis oleh Imam Al-Gazali (Tahafut Al – Falasifah ) ini menyanggah beberapa pemikiran yang dikemukakan para filsuf diantaranya seputar masalah Ketuhanan, alam semesta, jagat raya, metafisika, keimanan, dan kemampuan nalar akal manusia.

"Setelah melihat nadi kebodohan berdenyut dalam diri orang-orang bodoh itu. saya merasa penting untuk menulis buku ini sebagai sanggahan atas para filosof terdahulu serta eksplorasi atas kerancuan dalam keyakinan berikut inkonsistensi berbagai teori mereka dalam persoalan yang terkait dengan metafisika. Tahafut Al – Falasifah ini juga akan menyingkap relung-relung terdalam dari elemen pemikiran mereka yang dapat mewujudkan suka cita kaum intelektual dan memberikan pelajaran pada para cendikiawan. yang saya maksud disini adalah persoalan-persoalan akidah dan pendapat-pendapat yang menjadi medan perdebatan dengan kelompok mayoritas umat islam". (Imam al-Ghazzalli)

            Melalui karya monumentalnya ini, Abu Hamid al-Gazali telah menelanjangi kerancauan dari pemikiran para filsuf. Demi memuluskan ambisi-nya itu, al-Gazali masuk ke dalam gelanggang filsafat dan langsung menyerang, alih-alih mempertahankan keyakinan sendiri. Diakui atau tidak, cengkeraman kutukan al-Gazali terhadap filsafat lewat karyanya ini begitu menggurita. Meski demikian, justru yang kemudian dibantah oleh Ibnu Rusyd melalui Tahafut at-Tahafut ini telah menjadi diskursus filsafat di dunia Islam menjadi semakin sehat dan penuh gairah, hingga saat ini.

            Ibnu Rusyd (Abu al-Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusd,wafat 595H / 1198 M), lahir dan dibesarkan di cordova. Ia adalah filsuf kenamaan yang tidak hanya dikenal di kalangan Islam, melainkan juga di kalangan pemikir-pemikir barat. Selain menulis filsafat, Ibnu Rusyd juga menulis tentang pengobatan, fauna, kosmologi, teologi, logika dan lain-lain. Di antara berbagai karyanya itu, yang paling masyhur adalah Tahafut At-Tahafut. Kitab ini lahir sebagai sanggahan terhadap Al Ghazali yang berjudul Tahafuf Al-Falasifah (kerancuan para filsuf). Kitab Tahafut At_Tahafut ini dikemas dalam bentuk polemik. Pertama-tama ditampilkan kritik dan argumentasi Al-Ghazali terhadap pemikiran filsafat, kemudian diikuti dengan kritik dan argumentasi Ibnu Rusyd terhadap pemikiran Al-Ghazali. Kritik atas kritik yang yang dibangun Ibnu Rusyd merupakan wahana untuk membentuk sikap kritis di kalangan umat Islam.

       Pada abad ke-14, yakni sekitar masa satu generasi sesudah padamnya gelombang kedua Hellenisme, Ibnu Taimiyah (Taqi al-Din Ahmad Ibnu Taimiyah, wafat 728 H/1328 M), seorang pemikir pembaharu dari Damaskus, telah secara sangat dini menyadari kesalahan prinsipil keseluruhan bangunan filsafat dan Kalam, dan dengan sangat kompeten membongkar kepalsuan logika Aristoteles (ilmu mantiq) yang banyak menguasai jalan pikiran para sarjana islam, termasuk misalnya, al-Ghazali yang menolak filsafat itu. Ibnu Taimiyah sering digambarkan sebagai seorang pemikir fanatik dan reakioner. Dalam usahanya membongkar otoritas Falsafah Ibnu Taimiyah telah menulis berbagai karya khusus. Salah satunya ialah Al-Raad ‘ala al-Manthiqiyyin (“Bantahan Kepada Para Ahli Logika”), yang dihargai sangat tinggi oleh para sarjana modern, yang membuatnya dapat di anggap sebagai peletak dasar pertama bagi logika John Stuart  Mill dan pendahulu filsafat David Hume. Sebuah karya lainnya di tulis Ibnu Taimiyah sebagai kritik yang ditunjukkan kepada filsafat ibnu rusyd  dalam bukunya, al’Kasf ‘an Manahij al-Adillah (“Penyikapan Berbagai Metode Pembuktian”).

            Melihat sekilas dari sejarah khazanah keilmuan pemikir islam di atas kita dapat mengambil hikmah kita harus semangat dalam bertholabul ilmi, dan ini merupakan sebuah PR besar bagi pemeluk agama islam terlebih lagi generasi muda islam agar lebih semangat dan memacu ghiroh akan keilmuan.

RESUMAN DASAR KAIDAH BERFIKIR LOGIKA DLAM ILMU MANTIK

 




RESUMAN DASAR KAIDAH BERFIKIR LOGIKA DLAM ILMU MANTIK

        Ketika kita dalam ruang lingkup diskusi kita selalu terjebak dalam kaidah berfikir yg di warisi oleh kaum sofis yunani yaitu debat kusir yang tanpa henti, saling menyalahkan, dan merasah jawabanya yang paling benar. Kaum sofis yunani selalu bermain-main dengan terma-terma tertentu tanpa perduli dengan makna-makna yang di kandungnya. Sampai sekarang orang-orang seperti itu, kita sering saksikan. Kerusuhan dan keresahan yang kita lihat dewasa ini, sering kali bermula dari orang-orang seperti itu. Maka dalam kajian ilmu mantik di bentuklah dasar-dasar kaidah berpikir, agar dalam berpikir dan berdiskusi kita berpikir logis dan tidak membuat definisi dan nalar logika sekehendaknya ( sak karepe dewe). Tidak hanya dalam ruang lingkup diskusi, dalam berselancar di dunia MEDSOS kita selalu terburu-terburu dalam memaknai arti dan terburu menyalahkan seseorang, bahkan mengkafir syirikkan yang berbeda faham dengan kita. Dengan belajar dasar kaidah berfikir mantik semoga kita semakin awas, dan mawasdiri dalam memaknai hidup dan segala persoalan.

Dasar Istidlal /inference ( peroses pengambilan dalil ) dalam kaidah berfikir:

1.      Qanun adz – Dzatiyah / Qonun al – huwawiyah ( Law of identity)

   Secara seserhana, kaidah pertama ini hendak menegaskan bahwa setiap sesuatu itu memiliki hakikat dan ciri khasnya yang bersifat tetap, yang dengan ciri khas tersebut mereka saling berbeda satu sama lain dan tidak bisa di persamakan.  Dua hal yang berbeda tidak boleh di anggap sama.

Contoh: “tuhan dan makhluk. Hakikat tuhan dan makhluk sudah jelas berbeda. Karena itu menurut hukum logika, kita tidak bisa mengatakan bahwa allah itu makhluk dan makhluk itu adalah allah. Allah ya allah. Mahluk ya makhluk. Tidak bisa di persamakan.”

2.      Qanun ‘Adam at -Tanaqudh ( Lau of noncontradiction)

   Dua hal yang bertentangan tidak mungkin terhimpun.

Contohnya:” anda tidak bisa mengatakan bahwa dzat tuhan itu esa, tetapi sekaligus berbilang. Mengapa ? Karena ke esaan dan keterbilangan adalah dua hal yang bertentangan. Dua hal yg bertentangan tidak mungkin dapat terhimpun. Dan akal sehat kita jelas akan mengamini itu. Tapi, anda bisa saja mengatakan dzat tuhan itu esa, tetapi sifatnya berbilang. Kenapa? Karena subjek yang di maksud sudah berbeda. Yg pertama dzat yang kedua sifat.

3.      Qanun al – imtina’ / Qanun ats-Tsalits al-Marfu’( Law of Exluded Middle)

   Dua hal yang bertentangan itu tidak mungkin saling mendustakan satu sama lain ( an-naqidhan la yukadzdzibain). Dengan ungkapan lain, salah satu dari dua hal yang bertentangan itu harus benar. tidak ada kemungkinan ketiga. Yang ketiga sudah terangkat karena itu kaidah ini dibsebut sebagai kaidah “ kemungkinan ketiga yg terangkat” ( ats- tasalits al_ marfu’).

Contoh sederhana hitam dan putih. Dua warna itu saling berlawanan tapi sebenarnya tidak saling bertentangan. Anda bisa saja mengatakan bahwa barang ini tidak hitam, juga tidak putih. Karena bisa jadi hijau, kuning, merah dan seterusnya.

   Tetapi, anda tidak bisa mengatakan bahwa barang ini hitam sekaligus putih. Kalaupun hitam dan putih itu berkumpul, hitam ya tetap hitam, putih ya tetap putih. Jika keduanya melebur maka yang terlahir bukan hitam ataupun putih, melainkan warna lain.