Rabu, 01 Februari 2023

BERDAKWAH TANPA GURU

 


BERDAKWAH TANPA GURU

Oleh : Khoirul Anwar

            Berdakwah merupakan sebuah kewajiban bagi setiap umat islam. Sebagai umat yang mendapat predikat Khairu Ummah (sebaik-baiknya umat) setiap individu muslimin-muslimah diperintahkan untuk berdakwah sesuai kadar kemampuannya. Banyak dalil atau ayat dan hadis yang menyebutkan kewajiban berdakwah bagi setiap individu mukmin. Dalam sebuah hadis shahih, rasulullah saw bersabdah :

عن عبد الله ابن عمروان النبى صلى الله عليه وسلم قل بلغوا عني ولواية ... رواه البخارى

Dari abdullah bin amr di tuturkan bahwasannya rasulullah saw bersabdah “ sampaikan dariku walau satu ayat “. (HR. Bukhari)

كنتم خيرامة اخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنھون عن المنکروتؤمنون بالله......

“ Kamu adalah umat yang terbaik yang di lahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada allah..... ( QS. ALI IMRAN /3:110 ).

            Sebagian ulama’ ada yang menyebut berdakwah itu hukumnya fardu kifayah (kewajiban Kolektif) dan ada juga yang menyatakan fardu ain. Lalu bagaimana jika seorang mukmin berdakwah tenpa adanya sanat keilmuan, cukup dengan bermodalkan bacaan buku agama, bermodalkan satu, dua hadis dan ayat al qur’an tanpa tahu hadis tersebut tergolong hadis hasan, shahih, dhoif, dan azbabun nuzul turunnya ayat tersebut? Benarkah hanya dengan bermodalkan pengetahuan dari buku bacaan dan surban, bikin konten di youtube, mendapat viwers banyak bisa jadi muballig tanpa mempertimbangkan sanat keilmuan?

            Melihat paradigma kehidupan kitdz jaman now masakini sangat miris sekali. Cukup bermodalkan pengetahuan minim, tampa sanat keilmuan yang jelas berdakwah di youtub menjadi ajang sensasi, menjadi profesi mencari jalan ekonomi dengan mengembar gemborkan agama, dogma agama yang memeca belah persatuan negara. Dengan saling mengkritik. Perang argumen menjadi tak terkendali media sosoal memanas, umat menjadi bringas terpengaruh ulama’ bermodalkan buku bacaan agama tanpa di pelajari  mendalam, jengot yang panjang, jidat dahi yang gosong dan surban belaka.

            Belakangan ini dengan bantuan sosial dan internet murah, banyak orang – orang yang merasa sudah sampai pada level tertentu padahal ia baru mulai, tak sedikit pula yang merasa telah memulai padahal belum berbuat apa – apa. Nah kesombongan intelektual semacam ini mulai sangat menyeruak di depan hidung kita.

            Hanya dengan kerap berselancar di dunia maya seorang telah merasa paling pakar dan ahli lalu dengan pongahnya menyalahkan oranglain, nabi, dan bahkan tuhan juga di kritik. Merasa paling agamis dan religius kemudian dengan jumawa mengkafir syirikkan kelompok lain. Bocah ingusanpun merasa paling intelek hanya dengan mengikuti satu dua baris pendapat tokoh lantas dengan arogannya mempersetankan pendapat yang lain, hanya tahu sangat sedikit tentang jauh lebih sedikit hal, tapi merasa tahu banyak tentang sangat banyak hal.

            Fakta dilapangan mengatakan media sosial dan internet merupakan sebagai ajang mendapat sensasi, pencari ekonomi, propaganda dogma agama, dan saling menjustifikasi tanpa menelusuri akar permasalahan. Unjuk rasa aksi turun jalan dengan takbir mengema, bendera lafaz lafdul jalalah, ingin mengubah falsafah pancasila menjadi khilafah, memecah belah persatuan dengan mengatas namakan agama dan tuhan. “ sebelum belajar tentang tuhan dan agama terlebih dahulu belajarlah tentang manusia. Sehingga suatu saat nanti anda membela tuhan dan agama, anda tidak lupa bahwa anda adalah manusia “. Ach. Dhofir zuhry

            Yang membedakan agama islam dengan agama yang lain, negegara negara barat yang berkembang baik saintek maupun iptek adalah sanat ke ilmuan. Ilmu yang dapat di pertanggung jawabkan adalah ilmu yang diperoleh melalui jalur yang jelas dan diyakini dapat dipercaya. Bimbingan seorang guru menjadi bukti kuat kebenaran ke ilmuan tersebut. Tanpa melalui bimbingan seorang guru kebenaran ilmu masih di ragukan. Sistem trasfer ilmu dengan jalur yang jelas dan pasti seperti ini di sebut dengan  “ sanad “ dan hanya di miliki oleh umat nabi muhammad saja. Sistem inilah yang menjaga kemurnian ajaran islam dan mempertahankannya hingga lima belas abat lamanya.

            Dalam islam tidak ada satupun orang yang bebas berkata ini dan itu tanpa sumber yang jelas, jika ada yang bersuara lantang tanpa dasar maka dengan sendirinya akan tertolak. Imam abdullah bin mubarok mengatakan :

الاسناد من الدين ولولاه لقال من شاء ما شاء

“ Penyandaran (ilmu pada ahli imu) adalah bagian dari agama andai tidak ada sanad siapapun akan bebas berkata apapun “.

            Pepatah Arab mengatakan, "Wa innamal 'ilmu bitta'allum. Ilmu itu harus berguru." Pepatah ini sudah menjadi pakem bagi siapa saja yang ingin alim, ingin berilmu, harus berguru. Sebab ilmu tidak akan hasil sempurna kecuali memiliki seorang guru, seorang murabbi.

من لا شيخ فالشيطان شيخه

“Siapa saja yang tidak memiliki guru, maka Syaitanlah yang menjadi gurunya”

Dalam kesempatan lain, kita juga mendengar sebuah ungkapan hampir senada yang berbunyi:

من كان شيخه كتابه كان خطأه أكثر من صوابه

“Siapa saja yang menjadikan kitab (buku) sebagai gurunya, maka dia akan lebih banyak salah dari pada benarnya”.

Maqolah – maqolah di atas sebagai bukti bahwa belajar agama harus ada gurunya.

4 komentar: